Skip to main content

Selamat Peluncuran JAIPONG, Tapi Belum Cukup untuk Menarik Investasi dari Jepang

Hari ini (14 Oktober 2020), setelah mengikuti rekaman WEBinar Indonesia-Japan Virtual Business Forum, situs JAIPONG juga diperkenalkan.

Anda bisa mengikuti Indonesia-Japan Virtual Business Forum di dalam situs yang berikut:

- Indonesia-Japan Virtual Business Forum (YouTube)

- JAIPONG (Bahasa Indonesia / Bahasa Jepang)

Screen Shot dari Situs JAIPON

Saat ini, Indonesia bekerja keras untuk menarik investasi dari luar negeri, terutama karena mendesak pemulihan perekonomian dari dampak Covid-19.

Sebenarnya, upaya penarikan investasi PMA (Penanaman Modal Asing) terlihat serius setelah mengetahuinya banyak perusahaan Tiongkok relokasi ke Vietnam dan belum ada ke Indonesia. Indonesia tidak boleh kalah dari Vietnam dalam persaigan penarikan invesitasi PMA.

Dalam rangka pembangunan jangka panjang sampai tahun 2045, Indonesia harus mengatasi middle income trap (kalah dari negara yang memiliki biaya tenaga kerjanya rendah, kalah juga dari negara yang memiliki teknologi dan produktivitas tinggi) untuk menjadi negara maju. Ini tantangan yang sangat challenging untuk pembangunan perekonomian Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia mencoba menerapkan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja untuk menyederhanakan prosedur perizinan usaha bisnis dan investasi supaya meningkatkan jumlah kesempatan kerja di Indonesia.

Saya sendiri sedang mempelajari UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020 dan mungkin baru-baru ini diserahkannya kepada Bapak Presiden. Memang saya mengakui upaya penyederhanakan prosedur perizinan berdasar dari basis risiko dan upaya menghilangkan tumpang tindih antara berbagai UU dan peraturan.

Waktu saya bertugas sebagai penasihat pengembangan UMKM di KADIN Indonesia pada tahun 2010-2012, saya sering berdiskusi tentang hambatan investasi ke Indonesia bersama rekan-rekan pengusaha, birokrat dan akademisi. Banyak poin-poin hambatan yang ditunjukkan dalam diskusi itu telah diatasi dengan UU Cipta Kerja kali ini.

Namun, dari kacamata orang asing dari luar, hambatan investasi dari Jepang belum tentu bisa diatasi dengan UU Cipta Kerja ini. Maaf, bisa dikatakan belum cukup. Mengapa demikian?

Adanya oknum-oknum yang mengancam kepada PMA Jepang. Umumnya PMA Jepang berupaya mengikuti aturan main di Indonesia secara jujur. Mereka bayar pajak secara baik. Tetapi, oleh karena itulah, PMA Jepang menjadi sasaran buat oknum atas nama kantor pajak untuk memenuhi target angka pajak, daripada PMA lain yang sulit. Kejujuran PMA Jepang bisa saja tidak dihargai tapi justru menjadi sasaran. Ini tentu saja tidak wajar.

Sering dengarnya ada oknum atas nama imigrasi yang mengunjungi tengah malam ke rumah orang Jepang tanpa pemberitahuan kedatangannya terlebih dahulu. Jika orang Jepang sudah tidur, terpaksa dibangunkan. Si oknum minta periksa izin tinggal dan paspor, lalu mencari kesalahannya.

Cerita semacam ini sudah lama tersebar luas di kalangan masyarakat warga Jepang di Indonesia. tentu perusahaan induk di Jepang juga tahu. Meskipun jujur semua aturan di Indonesia, oknum-oknum tersebut selalu mencari kesalahan sekecil pun.

Keberadaan oknum tersebut tidak diketahui oleh pejabat atau pengusaha yang terlibat menyusun UU Cipta Kerja. Oknum tersebut pasti melakukan di tempat yang tidak diketahui oleh atasannya.

Mungkin ini hal-hal yang sepele. Namun, fenomena ini menjadi satu bagian bentuk imej orang Indonesia buat PMA Jepang. Mudah-mudahan ini tidak akan terjadi lagi.

Perusahaan induk Jepang selalu membandingkan Indonesia dengan negara lain seperti Vietnam atau Filipina, baik untuk invesitasi maupun penerimaan pemagang. Saat ini perusahaan Jepang lebih cendurung memilih Vietnam karena banyak perusahaan Jepang berbisnis dengan Vietnam. Perusahaan Jepang juga bisa ikut-ikutan. Apalagi, Vietnam sudah hampir mengatasi penularan Covid-19 dan satu-satunya negara yang pertumbuhannya plus di ASEAN.

Sebagai tenaga ahli tentang Indonesia, saya sangat mengharapkan banyak invesitasi PMA Jepang ke Indonesia. Tapi perlu memikirkan kebutuhan untuk Indonesia dan untuk Jepang. Salah satu poin adalah pemanfaatan program pemagang untuk mengembangkan SDM yang dibutuhkan Indonesia dan untuk mempertahankan teknik dan knowhow di Jepang. Sayang, sampai sekarang, sering dengar masalah penipuan pemagang baik di SO Indonesia maupun AO Jepang. Ini perlu diperbaiki dan program pemagang harus menjadi program yang benar-benar bermanfaat untuk masa depan Indonesia dan Jepang.

Jangan melihat hanya angka nilai investasi dan jumlah proyek PMA Jepang di Indonesia. Kita perlu strategi pemanfaatan investasi untuk masa depan.

Comments

Popular posts from this blog

[Eng] Cosmopolitan Localism and Trust

Recently, I am interested in the role of design for social innovation. Last month, I have known an Italian designer, Prof. Ezio Manzini, who wrote his book, titled "Design, When Everybody Designs: An Introduction to Design for Social Innovation". I have not yer read this book until now, but tried to watch his lecture video on this book. I learned the viewpoint of designer on social innovation, especially from social problems to social sustainability via social innovation. There are many points as he mentioned about the role of designers for social innovation. In different ways from it, I have learned the same thing as the role of facilitator or catalyst as strangers to local community. The basic role of designer looks like the same as that of facilitator.  Especially, I focused on his word "cosmopolitan localism". He tries to avoid extreme "globalization" and extreme "localization". Local community should keep a kind of equilibrium between them a...

[Eng] O-bon Festival at Home in Tokyo

As an annual tradition, we had the O-bon festival at home in Tokyo this year, too. In my hometown, Fukushima, the O-bon  festival is in mid-August (called the  Kyuu-bon,  that is Old Obon, based on old lunar calendar), but in Tokyo, it's in mid-July, called the Shin-bon (New Obon based on new solar calendar) festival. . During the Obon season, our ancestors return to this world to spend time with us, and then return to the other world, once a year. We make cow and horse from eggplant and cucumber, and decorate them as a vehicle for the ancestors to ride back to this world. On July 13th, we make a "welcoming fire ( Mukae-bi )" to welcome our ancestors. First, open the gate of the house and prepare to welcome our ancestors. After the gate is opened, an ogara  wood is placed on a roasting pan (called houroku ) like a tower. The smoke from the roasting pan is used to mark the return of our ancestors. When the burnt-out ogara is finished, a flickering red color remai...