Skip to main content

[Ind] Apakah Indonesia benar welcome PMA?

Saat ini, Indonesia berusaha untuk menarik penanaman modal asing (PMA) sebanyak mungkin ke Indonesia. Untuk itu, berbagai kemudahan prosedur perizinannya diteruskan. BKPM mengharapkan banyak perusahaan China yang relokasi ke Indonesia.

Saya bisa memahami apa yang diinginkan oleh Indonesia. Memang PMA dibutuhkan untuk pembangunan perekonomian Indonesia, meskipun saya pikir PMDN juga sebenarnya memiliki banyak kemampuan untuk berkontribusinya. Sebaiknya perlu ada dorongan agar PMDN yang berinvesitasi juga.

Dari kacamata orang asing, mengapa harus PMA berinvestasi ke tempat yang tidak diminati oleh PMDN. Indonesia masih terlalu mengharapkan peranan PMA seperti dulu.

Dibandingkan love-call dari Indonesia terhadap PMA, saya masih merasa tanda tanya bagaimana seriusnya penarikan PMA. Pasalnya, banyak teman orang Jepang komplain begitu sulitnya untuk mengambil visa kerja. Persyaratan dan prosedurnya makin ketat. Sering berubah. Sulit sekali mendapat visa, katanya.

Sedangkan, pengawasan terhadap orang asing juga makin ketat, termasuk orang Jepang.

Ada beberapa kali berita bahwa petugas kantor imigrasi atau polisi mengunjungi rumah orang Jepang pada tengah malam sekitar jam 11 malam. Orang Jepang sudah tidur tapi terpaksa dibangungkan oleh petugasnya. Lalu, orang Jepang diminta cek paspor dan kartu identitas (KITAS).

Petugas ini sering datang ke pabriknya juga. Mereka datang untuk mengcek apakah ada orang Jepang yang berada di pabrik dengan visa 212. Visa 212 bukan KITAS dan tidak memperbolehkan kerja transfer teknologi di pabrik. Visa 212 tidak boleh dapat gaji/upah juga. Meskipun orang Jepang kebetulan hanya meninjau dalam pabrik saja, petugas menganggap orang Jepang ini bersalah karena ada di dalam pabrik. Maka, perusahaan Jepang sangat hati-hati. Meskipun hanya peninjauan pabrik tanpa bimbingan teknis, perusahaan Jepang selalu siap visa 312 untuk KITAS untuk orang Jepang yang datang dari kantor pusat di Jepang.

Perusahaan Jepang umumnya mengikuti aturan dan hukum Indonesia secara jujur dan membayar pajak dengan baik. Mungkin ada yang perusahaan Jepang yang nakar tapi saya yakin jumlahnya sangat sedikit.

Bisa bayangkan. Karena kejujuran itulah, perusahaan Jepang justru menjadi sasaran petugas untuk mencapai suatu tujuan pribadi atau instansi, bukan untuk memperbaiki sesuatu.

Dengan ini, saya mau bertanya. Apakah Inodnesia benar welcome PMA? Pengusaha Jepang saat ini lebih memilih investasi ke Vietnam atau Thailand daripada Indonesia, bukan karena keadaan ekonomi dan iklim investasi yang kurang baik, tetapi juga karena perlakukan buruk terhadap orang Jepang oleh petugas. Banyak orang Jepang kuatir dan takut terhadap perlakuan tersebut.

Berdasar dari cerita terhadap orang Jepang ini, saya merasa ada suatu perbedaannya terhadap 152 TKA China yang masuk Indonesia dalam kondisi pendemi corona yang segalanya sulit. Katanya, 152 TKA China ini semuanya ahli dan lengkap visa 312.

Maaf, saya tidak ingat 100 orang lebih Jepang yang sekaligus masuk Indonesia sebagai ahli di dalam suatu proyek. Sejak 1970-an, Jepang selalu berusaha membimbing dan mengembang SDM Indonesia dengan transfer teknologi, terutama sektor civil engineering dan konstruksi. SDM-SDM Indonesia itulah yang membangun berbagai sarana prasarana selama ini dengan bantuan dari pemerintah Jepang.

Bagaimana SDM-SDM Indonesia tersebut saat ini? Mengapa masih harus membutuhkan 152 TKA sebagai ahli dari China? Apakah tidak ada lagi SDM engineering di Indonesia?

Jepang dulu selalu dikritik oleh Indonesia karena dianggap tidak begitu serius untuk transfer teknologi ke Indonesia. Saya bertanya. Negara mana yang lebih serius transfer teknologi ke Indonesia daripada Jepang selama ini?  

Sekarang, Jepang bukan lagi tunggal. Jepang menjadi salah satu negara PMA, bersama China, Korea dll. Itu wajar saja. Tapi, saya masih ingat begitu banyak ahli orang Jepang yang benar-benar serius untuk membimbing orang Indonesia sehari-hari dengan keringat bersama, dengan kata "semuanya untuk Indonesia".

Terserah apakah bisa percaya atau tidak. Orang Jepang yang sungguh-sungguh membimbing orang Indonesia sejak 1970-an kini didatangi tengah malam oleh petugas. Makin dipersulit untuk pengambilan visa. Zaman sudah berubah.

Sekali lagi saya bertanya. Apakah Indonesia benar welcome PMA? Welcome PMA tapi tidak welcome tenaga kerja asing? Tidak welcome orang Jepang? Mengapa 152 TKA China bisa masuk saat ini, padahal banyak orang Jepang sulit?

Terima kasih atas perhatiannya. 

Comments

Popular posts from this blog

Selamat Peluncuran JAIPONG, Tapi Belum Cukup untuk Menarik Investasi dari Jepang

Hari ini (14 Oktober 2020), setelah mengikuti rekaman WEBinar Indonesia-Japan Virtual Business Forum, situs JAIPONG juga diperkenalkan. Anda bisa mengikuti Indonesia-Japan Virtual Business Forum di dalam situs yang berikut: - Indonesia-Japan Virtual Business Forum  (YouTube) - JAIPONG (Bahasa Indonesia / Bahasa Jepang) Screen Shot dari Situs JAIPON Saat ini, Indonesia bekerja keras untuk menarik investasi dari luar negeri, terutama karena mendesak pemulihan perekonomian dari dampak Covid-19. Sebenarnya, upaya penarikan investasi PMA (Penanaman Modal Asing) terlihat serius setelah mengetahuinya banyak perusahaan Tiongkok relokasi ke Vietnam dan belum ada ke Indonesia. Indonesia tidak boleh kalah dari Vietnam dalam persaigan penarikan invesitasi PMA. Dalam rangka pembangunan jangka panjang sampai tahun 2045, Indonesia harus mengatasi middle income trap (kalah dari negara yang memiliki biaya tenaga kerjanya rendah, kalah juga dari negara yang memiliki teknologi dan produktivitas ting...

[Eng] Cosmopolitan Localism and Trust

Recently, I am interested in the role of design for social innovation. Last month, I have known an Italian designer, Prof. Ezio Manzini, who wrote his book, titled "Design, When Everybody Designs: An Introduction to Design for Social Innovation". I have not yer read this book until now, but tried to watch his lecture video on this book. I learned the viewpoint of designer on social innovation, especially from social problems to social sustainability via social innovation. There are many points as he mentioned about the role of designers for social innovation. In different ways from it, I have learned the same thing as the role of facilitator or catalyst as strangers to local community. The basic role of designer looks like the same as that of facilitator.  Especially, I focused on his word "cosmopolitan localism". He tries to avoid extreme "globalization" and extreme "localization". Local community should keep a kind of equilibrium between them a...

[Eng] O-bon Festival at Home in Tokyo

As an annual tradition, we had the O-bon festival at home in Tokyo this year, too. In my hometown, Fukushima, the O-bon  festival is in mid-August (called the  Kyuu-bon,  that is Old Obon, based on old lunar calendar), but in Tokyo, it's in mid-July, called the Shin-bon (New Obon based on new solar calendar) festival. . During the Obon season, our ancestors return to this world to spend time with us, and then return to the other world, once a year. We make cow and horse from eggplant and cucumber, and decorate them as a vehicle for the ancestors to ride back to this world. On July 13th, we make a "welcoming fire ( Mukae-bi )" to welcome our ancestors. First, open the gate of the house and prepare to welcome our ancestors. After the gate is opened, an ogara  wood is placed on a roasting pan (called houroku ) like a tower. The smoke from the roasting pan is used to mark the return of our ancestors. When the burnt-out ogara is finished, a flickering red color remai...